Setelah Paska Unjuk Rasa besar pada Agustus 2025, Agenda Reformasi Kepolisian di Era Prabowo Memasuki Babak Baru

Setelah Paska Unjuk Rasa besar pada Agustus 2025, Agenda Reformasi Kepolisian di Era Prabowo Memasuki Babak Baru

Mediaganas.id – Agenda reformasi kepolisian di era Presiden Prabowo Subianto memasuki babak baru yang sarat dinamika politik. Setelah gelombang unjuk rasa besar pada Agustus 2025, publik mendesak perombakan menyeluruh di tubuh Polri.

Prabowo pun bergerak cepat dengan menunjuk Komjen Pol (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden bidang Kamtibmas dan Reformasi Kepolisian. Sebelum dilantik, Dofiri bahkan langsung menerima kenaikan pangkat kehormatan menjadi Jenderal Polisi.

Langkah itu disertai rencana pembentukan Komite Reformasi Kepolisian di level presiden, yang kabarnya akan melibatkan tokoh nasional seperti mantan Menko Polhukam Mahfud MD.

Sinyalnya jelas: Prabowo ingin mengendalikan langsung agenda reformasi dari Istana, sekaligus menegaskan dirinya sebagai pemimpin yang berani “membersihkan” Polri dari warisan lama.

Namun, di hari yang sama, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo justru mengeluarkan Surat Perintah membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri secara internal.

Tim beranggotakan 52 perwira, dipimpin Komjen Chryshnanda Dwilaksana, dengan Kapolri sendiri sebagai pelindung dan Wakapolri sebagai penasihat.

Tindakan simultan itu memunculkan tafsir ganda. Apakah Polri ingin menunjukkan sikap proaktif, siap berbenah dari dalam? Ataukah tim internal itu sekadar strategi defensif untuk menjaga struktur hirarki yang telah lama dibangun di era Listyo?

Bagi sebagian pengamat, langkah Listyo seolah menandakan adanya “bottom-up reform”, tapi juga bisa dibaca sebagai upaya melindungi posisi Kapolri beserta jejaring loyalisnya dari kemungkinan rekomendasi radikal tim bentukan Presiden.

Mengingat desakan dari Gerakan Nurani Bangsa maupun kelompok masyarakat sipil lain menuntut perubahan struktural yang besar, potensi gesekan internal tidak bisa diabaikan.

Situasi ini semakin sensitif karena Prabowo mengangkat Ahmad Dofiri, lulusan terbaik Akpol 1989 (Adhi Makayasa), yang dikenal tegas, berintegritas, dan bukan bagian dari lingkaran loyalis Listyo.

Penunjukan ini jelas sinyal politik: Presiden lebih percaya pada figur kredibel yang relatif bebas dari pengaruh lama.

Dinamika ini menjadi ujian soliditas kekuasaan. Jika Presiden berhasil membawa reformasi dan mengembalikan kepercayaan publik pada Polri, maka legitimasi Prabowo hingga 2029 akan makin kuat.

Sebaliknya, bila reformasi mandek dan Polri tetap dikendalikan kelompok lama, publik bisa menilai pemerintah tidak tegas dan hanya pandai berwacana.

Yang menarik, langkah berbarengan antara Istana dan Polri justru membuka babak tarik-menarik pengaruh antara kekuatan Presiden Prabowo dan jaringan lama yang dibina sejak era Jokowi. Apakah kedua tim akan bersinergi, atau justru jalan sendiri-sendiri?

Jawabannya bisa mulai terlihat dalam 2–3 pekan ke depan. Publik menunggu, apakah reformasi Polri akan benar-benar menjadi agenda perubahan yang substansial, atau sekadar manuver politik untuk mempertahankan status quo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *